0
PILIH LINK HALAMAN UTAMA **SEDANG DALAM TAHAP PERBAIKAN**

Asli dari Jari


Nov
05

Islam Tentang Epistemologis Sains dan Univeralisme

1. Universalime Islam
“Al-Islamu shalihun likuli zamanin wamakanin” kata tersebut berarti bahwa Islam merupakan agama yang sesuai di segala tempat dan zaman. Ungkapan ini dapat dibuktikan oleh pengamatan dan pemahaman bahwa Islam merupakan agama yang mencakup banyak ras dan kebangsaan, dengan kawasan pengaruh yang meliputi hampir semua ciri klimatologis dan geografis.
Realitas tersebut terjadi karena dalam pandangan Islam, setiap kenyataan yang bersifat alami dan manusiawi tidak terpengaruh oleh zaman, asal-usul tempat dan rasial, melainkan ia tetap ada tanpa ada perubahan dan peralihan. Dengan demikian karena berurusan dengan alam kemanusiaan itu, Islam senantiasa berada dengan manusia tanpa dibatasi oleh ruang dan waktu serta kualitas hidup lahiriah hidup manusia. Konsekuensi dari hal tersebut adalah Islam menjadi agama yang abadi hingga akhir zaman dan bersifat universal mencakup seluruh aspek kehidupan manusia, dimanapun dan kapanpun manusia itu ada.
Universalisme Islam dapat dilihat dari segi metafisik, yang merupakan bagian dari kehidupan manusia di dunia. Hal-hal metafisik merupakan permasalahan yang tidak dapat diselesaikan dengan akal yang bersifat rasional. Akal manusia hanya terbatas pada apa yang dia bisa lihat, rasakan dan mereka lihat.
Universalisme Islam tampak pula dari segi ritual, yaitu ajaran Islam tidak membedakan dalam segi ibadah kepada Allah SWT baik dari segi suku bangsa dan hal-hal primordial lainnya. Semua kaum muslim mempunyai keterikatan pelaksanaan ibadah atau tata ritual yang sama, seperti dalam melaksanakan shalat, zakat, puasa dan pengucapan dua kalimat syahadat.
Umat Islam mempunyai ikatan sosiologis yang sangat kuat, yaitu akidah hal itu dapan menumbangkan segala sesuatu yang berbentuk ikatan primordial. Perbedaan fisik manusia tidak dapat menyebabkan adanya keunggulan tertentu, yang akan membuat Islam akan mementingkan golongan tersebut, karena akidah dapat melebur perbedaan fisik dan ras.
Universalitas Islam terintegrasi dan terkodifikasi dalam akidah, syariat dan akhlak. Hal tersebut mempunyai nisbat atau hubungan yang kesemuanya terfokus pada ke-Esaan Allah SWT atau bertauhid. Ajaran tauhid inilah yang menjadi inti, awal dan akhir dari dari seluruh ajaran Islam. Islam sendiri merupakan suatu keyakinan yang ajarannya mengandung kebenaran dan bersifat mutlak. Oleh karena itu segala hal yang diperintahkan-Nya adalah kebenaran dan segala yang dilarang-Nya merupakan kebathilan.
Islam merupakan suatu hukum atau undang-undang yang didalamnya mengatur hubungan manusia baik secara vertikal (kepada Allah SWT) maupun horizontal (kepada sesama manusia). Didalamnya terdapat dua bentuk pembahasan yaitu :
1. Ibadah mahdhah seperti seperti tata cara shalat, puasa, zakat, dan haji.
2. Ibadah ghair mahdhah yang meliputi mu’amalat, munakahat, siyasat, jinayah dan sebagainya.
Sebagai standar dan ukuran dalam pelaksaannya, ada hukum yang bernama Al-Ahkam Al-Khamsah, yaitu :
1. Wajib
2. Haram
3. Mubbah
4. Mandub
5. Makruh
Kelima hal tersebut diterapkan secara flexible dan mengikuti perkembangan zaman. Aspek syariah ini disosialisasikan oleh aspek akhlak yang meliputi kebiasaan bersosialisasi dan beriteraksi dalam seluruh aspek kehidupan dalam masyarakat.
Ajaran Islam pada intinya bertujuan untuk membebaskan manusia dari belenggu penyakit mental-spiritual dan stagnasi berpikir manusia dalam menjalani hidup dan mengatur hidup manusia, supaya tidak terjerumus pada lembah kenistaan yang akan menjerumuskan manusia ke dalam keterbelakangan dan kesalahan. Ketiga aspek tersebut merupakan sinkronitas dari univesalime Islam yang tujuannya membenarkan dan mewujudkan Islam sebagai Rahmatan lil alamin yaitu rahmat Allah SWT sebagai keselamatan dunia dan akherat.
Atas dasar Islam sebagai agama yang sempurna yang didalamnya menghendaki keseimbangan hidup baik dunia dan akherat serta rohani dan jasmani karena hal tersebut saling berkesinambungnan dan berkaitan dalam rangka menjalani kehidupan di dunia dan bertujuan mencapai keselematan dunia dan akherat.

2. Epistemologi Sains dalam Islam
Sampai saat ini, masih terjadi selisih pendapat tentang cara memperoleh ilmu pengetahuan. Dari polemik tersebut lahir beberapa pendapat atau aliran tentang metode bagaimana memperoleh ilmu pengetahuan, yaitu :
1. Skeptisme
2. Academic doubt (aliran keraguan)
3. Empirisme
4. Rasionalisme
5. Instituisme
Terlepas dari itu semua, Al-Qur’an menawarkan metode ilmiah yang realistis, jauh dari perdebatan teoritis dan hipotesa yang menyebabkan perbedaan pikiran dan pemahaman.
Metode yang terdapat dalam Al-Qur’an bersifat mutlak dan kita dapat menjadikan contoh dalam usaha pengungkapan ilmu pengetahuan. Dua metode yang terdapat dalam Al-Qur’an, yaitu :
1. Menggunakan dan memanfaatkan pengalaman orang lain, baik dari kalangan terdahulu maupun sekarang.
2. Menggunakan akal dalam upaya mencari kebenaran agar memperoleh petunjuk dan hidayah.
Menurut Al-Qur’an, metode yang petama didapatkan melalui pendengaran, sedangkan yang kedua diperoleh dengan cara menggunakan akal. Dalam Al-Qur’an banyak ayat yang menyebutkan bahwa kita harus menggunakan pendengaran dan akal dalam usaha memperoleh keabsahan suatu ilmu penyetahuan.
Dengan demikian, kita akan dapat menentukan sendiri keabsahan suatu ilmu pengetahuan yang telah digariskan dalam Al-Qur’an dengan dua cara, pewarisan pengalaman dan pemikiran logis. Sehingga dapat dipertanggung jawabkan secara mental-spritual baik dunia maupun akherat.

WAWASAN ISLAM TENTANG UMAT
ISLAM

1. Integralitas Umat dan Ajaran Islam
Islam merupakan agama tauhid yang mengandung ajaran mulia dan diturunkan ke dunia agar dijadikan pedoman manusia. Salah satu tujuan Islam adalah merubah manusia dari biadab menjadi beradab seperti yang terjadi pada zaman jahilliyah dimana manusia di zaman itu berprilaku tidak beradab seperti memandang anak wanita tidak berguna dan ketika lahir maka anak wanita itu dibunuh. Pada zaman nabi Luth, ketika terjadi hubungan sesama jenis atau homoseks. Manusia dimuka bumi dianjurkan menjadi pemeluk dan taat pada Islam supaya manusia tersebut memiliki kualitas dan memiliki derajat yang mulia. Islam merupakan agama yang terbaik karena didalamnya menyangkut seluruh aspek kehidupan manusia baik secara pribadi, masyarakat, dan yang terpenting sebagai agama yang mendapat tempat di sisi Allah SWT.
Secara garis besar, Islam mengadung tiga persoalan pokok manusia, yaitu :
1. Keyakinan yang disebut akidah.
2. Norma atau hukum yang disebut syariah.
3. Perilaku yang disebut akhlak.
Umat Islam sebagai komunitas muslim pada dasarnya merupakan kumpulan manusia yang mencerminkan identitas umat yang penuh dengan kebaikan, ini ditunjukan dengan keseimbangan yang ada pada Islam dimana manusia tidak boleh mementingkan kebutuhan duniawi atau ukhrawi saja. Karena kedua hal itu sangat penting dan saling berkaitan satu sama lain. Umat Islam dianjurkan untuk mengejar kebutuhan dunia baik lahir maupun batin dengan cara baik dan benar yang berpegang teguh pada nilai-nilai keislaman. Dalam Islam dianjurkan supaya pemeluknya mengikuti Islam secara khafah atau menyeluruh karena Islam bukan hanya ritual ibadah akan tetapi segala sesuatunya seakan-akan menjadi ibadah dengan didasarkan atas nama Allah SWT. Dan yang terpenting adalah, bagaimana manusia hidup dengan Islam dan mendapatkan kebahagiaan hakiki yaitu kebahagian lahir dan bathin, karena itulah tujuannya. Al-Qur’an menyebutkan bahwa umat Islam sebagai masyarakat marhamah, yaitu masyarakat yang yang mewujudkan suasana damai, saling peduli dan mengembangkan kasih sayang.

2. Konsep Umat sebagai Komunitas
Secara etimologis kata ummat diambil dari kata amma yang mengandung arti ikhtiar, gerakan, kemajuan dan tujuan atau jalan. Jadi dapat diartikan bahwa umat adalah jalan yang tampak jelas dan kelompok manusia menuju jalan tersebut. Dalam kaitannya, komunitas muslim disebut juga umat muslim.
Istilah yang sepadan dengan kata umat sebagai suatu komunitas adalah seperti berikut :
1. Qabilah
2. Qaum
3. Sy’ab
4. Thabaqah
5. Mujtama’
6. Tha-ifah
Dalam menjalani kehidupan, umat biasanya memiliki persamaan sebagai identitas komunitasnya, biasanya adalah sebagai berikut :
1. Kesamaan visi dan misi
2. Perjalanan menuju visi dan misi tersebut
3. Keharusan adanya kepemimpinan dan petunjuk yang sama
Jadi dapat disimpulkan bahwa umat merupakan kumpulan manusia yang sepakat dalam tujuan yang sama dan saling membantu agar brgerak ke arah tujuan yang diharapkan berdasarkan kepemimpinan yang sama. Umat Islam merupakan masyarakat yang terbuka dan dinamis yang selalu membuka diri terhadap perkembangan budaya asalkan tidak meninggalkan dasar keislamannya dan berorientasi pada masa depan yang lebih baik.
3. Karakteristik Umat Islam
Agama Islam mempunyai keistimewaan dan karakteristik dibandingkan dengan yang lain, hal itu banyak diungkapkan oleh ilmuan barat yang notabene bukan dari kalangan muslim, diantara keistimewaan tersebut adalah :
1. Islam merupakan agama yang universal
2. Islam memiliki keseimbangan orientasi hidup, antara dunia dan akherat
3. Penamaan Islam langsung dari Allah, tidak seperti agama yang lain yang menggunakan nama tokoh dan tempat asal agama itu lahir.
Dari keistimewaan tesebut munculah beberapa karakteristik umat Islam seperti beribut, yaitu :
1. Umat Islam sebagai umat yang satu (umatan wahidah)
2. Umat Islam mencakup multiras, suku dan bangsa
3. Umat yang menekankan kesamaan dan kesetaraan
4. Umat yang mendorong tegaknya masyarakat dalam segala urusan Islam
5. Umat Islam sangat mencintai keadilan dan menegakan hukum.
6. Umat Islam menekankan persatuan dan kesatuan yang didasarkan pada kesamaan akidah
7. Umat Islam menegaskan terhadap pentingnya pemimpin yang berwibawa
8. Umat Islam saling mencintai dan menghargai sehingga umat Islam dapat menjadi umat yang demokratis.
4. Promlematika Umat Islam
Secara garis besar masalah yang dihadapi oleh umat Islam disebabkan oleh umat Islam sendiri, dimana umat Islam tidak berpegang lagi pada Al-Qur’an dan Hadist sebagai pedoman hidup. Yang sangat jelas sekali terlihat adalah mayoritas negara Islam atau berpenduduk Islam selalu mendapat posisi tawar yang terendah dalam seluruh aspek kehidupan internasional. Konflik yang terjadi di Timur-Tengah menunjukan bagaimana lemahnya umat Islam dalam politik dunia. Ditambah lagi dengan salah persepsi tentang Islam oleh umat Islam sendiri, dimana ketika agama (Islam) hanya dipandang sebagai pelengkap hidup di dunia yang menjadi mediator antara manusia dengan Yang Maha Esa padahal jika dipelajari secara khafah, dalam Islam seperti yang sudah disebutkan diatas bahwa Islam mencakup seluruh kehidupan manusia dan jika ingin selamat dunia dan akherat maka harus berpegang pada Islam, Al-Qur’an dan Hadist. Sebetulnya umat Islam sendiri tahu mengenai hal ini namun dikarenakan pikiran manusia sudah terdoktrin bahwa kehidupan agama harus dipisahkan dengan kehidupan manusia secara umum, untuk mendobrak hal ini sangat sulit karena pikiran itu sudah begitu membuai manusia (umat Islam) sendiri begitu menikmati dengan penderitaan yang mereka hadapi sekarang. Malahan yang paham dengan Islam banyak dari kalangan non-muslim sehingga mereka dengan begitu mudah menghancurkan pola kehidupan masyarakat Islam, dengan demikian orang non-muslim yang mempunyai tujuan misionaris tahu dimana yang bisa diputarbalikan secara cepat dan mana yang secara perlahan tapi pasti. Jika hal ini terus terjadi, maka hancurlah masyarakat muslim dengan kedok globalisasi dan akulturasi, Na’uzubillah.

WAWASAN ISLAM TENTANG AGAMA, KEBUDAYAAN
DAN MASYARAKAT

1. Esensi Manusia sebagai Mahluk Sosial
Manusia dilahirkan sebagai pemimpin dimuka bumi dengan kelebihan dibanding mahluk lain. Manusia diberikan cipta, rasa dan karsa sebagai modal utama dari Allah SWT. Manusia hadir di muka bumi sebagai mahluk pribadi dan mahluk sosial dimana manusia mempunyai kebutuhan personal dan memerlukan interaksi dengan mahluk yang lain.
Hubungan manusia secara sosial dalam ajaran Islam bukan hanya sesuatu yang berdiri sendiri, melainkan suatu rangkaian aktivitas fisik dan rohani. Rangkaian aktivitas manusia merupakan impelmentasi dari esensi Islam yang mewajibkan setiap insan di dunia untuk melakukan hablum minaalah dan hablum minanaas. Perpaduan kedua aktivitas ini sangat luar biasa, misalkan jika kita melaksanakan shalat berjama’ah di mesjid, disamping kita telah melakukan ibadah kita telah melakukan silaturahmi dengan orang lain.
Islam memberi makna kepada manusia sebagai mahluk sosial dengan pengerahan dan bimbingan yang sesuai dengan hakikat kemanusiaannya. Manusia diberikan status yang jelas sebagai penguasa di muka bumi dan status kekhalifahan manusia itu di batasi oleh hukum yang terdapat dalam Al-Qur’an dan dalam pelaksanaannya manusia harus bisa menjaga alam semesta dengan kelebihan manusia seperti cipta rasa dan karsa karena setiap tindakannya akan dipertanggung jawabkan kepada pencipta-Nya Allah SWT

2. Hubungan Agama, Kebudayaan dan Masyarakat
Agama sebagai sumber nilai bagi manusia merupakan rujukan dan arahan, bukan sekedar tempat manusia untuk berkompetensi dari kelelahan rohaninya dan mencari ketegangan, tetapi lebih jauh lagi, yaitu memberikan landasan nilai bagi manusia. Oleh karena itu, agama berkaitan, bahkan tidak terpisahkan, dengan masyarakat dan kebudayaan.
Mengenai hubungan antara agama dan kebudayaan, terdapat dua pandangan di kalangan para ahli, yaitu :
1. Agama merupakan bagian dari kebudayaan atau kebudayaan itu mencakup agama.
2. Kebudayaan merupakan bagian dari agama atau agama mencakup kebudayaan.
Agama dalam kaitannya dengan kebudayaan dapat dikatakan sebagai mengelola potensi fitrah manusia. Disini agama berperan dalam memberikan dorongan-dorongan yang menggerakan manusia sehingga melahirkan kreativitas dalam berbagai aspek kehidupan yang ditata berdasarkan nilai-nilai sehingga meningkatkan derajar dan martabat manusia.

3. Pandangan Islam terhadap Masyarakat dan Kebudayaan
Islam memandang masyarakat sebagai komunitas sosial dan wahana aktualisasi amal saleh. Banyak ayat dalam Al-Quran yang membahas peranan manusia ditengah manusia lain menempatkan Islam sebagai agama yang paling manusiawi dibanding dengan agama lainnya.
Kebudayaan mencakup pengetahuan, kepercayaan, kesenian, moral, hukum, adat istiadat serta kebiasaan yang dibuat manusia sebagai anggota masyarakat, dipandang sebagai realita yang menjadi sasaran ajaran Islam. Peran agama Islam dalam kebudayaan ini adalah memberikan nilai-nilai etis yang menjadi ukuran nilai.
Dalam konsep Islam, kebudayaan dikaitkan dengan misi Nabi, yaitu menyempurnakan akhlak manusia.
Orang yang berakhlak mulia adalah orang yang mampu mendayagunakan potensi yang dimilikinya sehingga mampu melahirkan kebudayaan. Berkebudayaan dalam konteks Islam adalah berakhlak mulia.
Kebudayaan sebagai produk masyarakat dalam konsep Islam berkaitan erat dengan nilai moral yang menjadi misi tersebut. Upaya meningkatkan moralitas manusia secara umum terangkum dalam misi yang diutus oleh Nabi Muhammad SAW ke muka bumi.
Kebudayaan dalam ajaran Islam tidak terlepas dari hakikat tujuan penciptaan manusia karena budaya merupakan proses eksistensi manusia yang melibatkan seluruh potensi kemanusiaan yang diberikan Allah. Tujuan penciptaan manusia adalah untuk patuh dan taat kepada Allah SWT.
4. Kesatuan Umat (Umatan Wahidah)
Umat Islam adalah suatu komunitas yang beragama Islam, tidak hanya dipandang sebagai suatu kerumunan manusia yang memiliki identitas yang sama, tetapi juga memiliki kesamaan tekad, niat dan harapan yang memberikan suatu identitas masyarakat tertentu.
Kesatuan umat digambarkan dalam suatu persatuan keluarga besar yang diikat oleh kesamaan keyakinan (tauhid), kesamaan gerak dan perilaku (syariah), serta kesamaan perilaku dan harapan (akhlak). Konsep keutamaan yang diikat oleh adanya persamaan, tidak berarti meniadakan perbedaan-perbedaan oleh karena perbedaan merupakan fitrah atau naluri manusia yang dibawa sejak lahir.
5. Keseimbangan dan Keharmonisan
Keseimbangan merupakan ciri fitrah Allah. Demikian pula dengan fitrah manusia yang seimbang antara fisik dan jiwa, lahir dan bathin, siang dan malam. Kelestarian alam dan manusia juga terletak pada keseimbangan. Demikian pula keseimbangan manusia supaya dapat hidup dengan baik dan dinamis manusia harus bisa menyeimbangkan antara aktivitasnya.
Keseimbangan dan keharmonisan ajaran Islam mengandung implikasi bahwa Islam selalu berada pada garis tengah, tidak ekstrim terhadap pada salah satu pandangan Islam, tidak materialistis dan tidak pula sosialis. Islam memandang hidup secara utuh dan seimbang antara realita dan idealita. Kehadiran Islam menjadikan umatnya sebagai saksi yang berada terhadap seluruh realitas kehidupan.
6. Keseimbangan Hubungan Antara Manusia
Hubungan antar manusia menjadi titik sentral ajaran agama Islam, sehingga kualitas manusia ditentukan pada hubungan antar manusia disamping hubungan dengan Allah sebagai landasannya. Seperti yang sudah diutarakan sebelumnya, bahwa Islam mencakup hidup manusia secara menyeluruh, tidak hanya bersifat ritual saja. Bahkan, hubungan ritual seseorang dengan Allah harus berdampak pada hubungan manusia.
Shalat merupakan memiliki dua fungsi yaitu secara vertikal dan horizontal. Seseorang shalat, tidak hanya cukup memenuhi syarat dan rukunnya saja, melainkan memiliki makna sosial kemasyarakatan. Secara umum, seluruh kegiatan muslim harus dapat menimbulkan makna sosial, seperti halnya ; puasa, haji dan zakat.

WAWASAN ISLAM TENTANG POLITIK

1. Pengertian Politik
Politik diartikan sebagai segala urusan dan tindakan mengenai pemerintahan negara, yang juga dapat berarti kebijakan atau cara bertindak dalam menghadapi dan mengatasi suatu masalah.
Lima aspek dalam kehidupan berpolitik, yaitu :
1. Politik dipahami sebagai usaha warga negara dalam membicarakan dan mewujudkan kebaikan bersama.
2. Politik dipahami sebagai segala hal yang berkaitan dengan penyelenggaraan negara dan pemerintahan.
3. Politik merupakan segala kegiatan yang diarahkan untuk mencari dan mempertahankan kekuasaan dalam masyarakat.
4. Politik merupakan kegiatan yang berkaitan dengan perumusan dan pelaksanaan kebijakan umum.
5. Politik sebagai konflik dalam rangka mencari dan mempertahankan sumber-sumber yang dianggap penting dan baik.
Dari kelima aspek tersebut, aspek yang kedua dan ketiga adalah yang paling dominan dalam kajian politik. Adapun dalam pemikiran politik Islam yang berkaitan erat dengan adanya perbedaan dalam menentukan objek persoalan yang menjadi acuan kajiannya.

2. Konsep Khalifah dalam Islam
Seperti yang sudah dikemukakan sebelumnya, bahwa manusia dimuka bumi sebagai pemimpin, minimal sebagai dirinya sendiri agar dirinya tidak terjerumus pada kesesatan. Dalam Islam konsep kepemimpinan lebih akrab dikenal dengan sebutan khalifah, disebut amir atau sultan yan mengandung arti pemimpin atau wakil Allah dalam memelihara alam semesta.
Kepemimpinan telah menjadi salah satu kajian sosiologis, kepemimpinan adalah suatu proses atau fungsi dari suatu peran yang memerintah. Oleh karena itu, menurut para ahli sosiologi, kepemimpinan harus meliputi tiga fakta, yaitu :
1. Pemimpin dengan karakteristik psikologinya.
2. Para pengikut dengan masalah, sikap dan kebutuhannya.
3. Situasi kelompok yang mana pemimpin dan pengikut saling berinteraksi.
Kepemimpinan dalam Islam mempunyai aspek tersendiri di antara berbagai aspek kehidupan yang disoroti oleh Al-Qur’an dan hadist. Dalam ibadah diimplementasikan dalam ibadah shalat berjamaah yang terdiri atas imam dan makmum atau yang paling kecil bagaimana manusia memimpin dirinya sendiri karena semua kegiatannya akan dipertanggung jawabkan kepada Allah SWT.
Konsep kepemimpinan dalam Islam mengisyaratkan keharusan umat Islam untuk memilih dan mengangkat pemimpin dari kalangan umat Islam sendiri dengan harapan bisa membimbing rakyatnya. Namun seiring dengan perkembangan zaman hal dalam kehidupan sosial politik, hal tersebut kadang dikesampingkan lebih parahnya hal itu dilakukan oleh umat muslim sendiri, dengan dalih nasionalisme karena jika tetap pada pendirian tersebut maka cenderung akan dikatakan rasialisme.

3. Konsep Khilafah dalam Islam
Konsep khalifah dalam Islam selalu dikaitkan dengan jejak Rasullah SAW. Dalam kekhalifahannya dan para sahabatnya, terutama yang empat (khulafaur rasyidin), yaitu : Abu bakar, Umar, Utsman dan Ali. Kemudian diperkuat lagi dengan hasil penggalian kandungan Al-Qur’an dan Sunnah Rasul yang dinilai berhubungan dengan masalah kekhilafahan atau pemerintahan kenegaraan. Al-Qur’an mengajarkan kesatuan dan keutuhan kehidupan manusia sebagai implikasi keyakinan tauhid, baik dalam konteks kehidupan secara individual maupun sosial. Keutuhan hidup manusia yang berbasis pada tauhid ini mengimplikasikan pula keutuhan dalam aspek-aspek kehidupan lainnya, termasuk aspek politik. Hubungan antar individu dalam komunitas Islam didasarkan pada solidaritas persaudaraan.
Al-Qur’an tidak mengekplisitkan aturan-aturan tentang khilafat begitu pula dengan hadis rosul. Oleh karena itu, interpretasi terhadap kekhilafatan di kalangan umat Islam sangat beragam. Begitu pula dalam sistem pergantian (suksesi), seperti yang terjadi pada khulafaur rasyidin atau sahabat yang empat dengan menggunakan empat cara pula, yaitu :
1. Pemilihan oleh elit umat, seperti suksesi Abu Bakar.
2. Pencalonan oleh individu, seperti suksesi Umar.
3. Pencalonan oleh dewan (syuro).
4. Bay’ah (ikrar loyalitas) yang diberikan oleh rakyat, seperti suksesi Ali.
Tidak adanya petunjuk operasional dan lengkap tentang khilafah dalam ajaran Islam, mengisyaratkan bahwa masalah khilafah merupakan persoalan budaya manusia yang akan berkembang terus, bersamaan dengan perkembangan pikiran manusia dari waktu ke waktu serta berbeda dari budaya satu ke budaya lainnya.

4. Makna dan Hakikat Kekuasaan
Kekuasaan adalah kemampuan dari kelompok yang berkuasa untuk mempengaruhi perilaku seseorang atau kelompok lain agar sesuai dengan keinginan dan tujuan dari kelompok yang berkuasa. Dalam hal ini jelas ada pihak yang menguasai dan pihak yang dikuasai. Manusia diberi kekuasaan hanya sementara. Kekuasaan bagi manusia adalah amanah dari Allah SWT dan akan dimintai pertanggungjawabannya di hadapan Allah SWT .
Dengan demikian, hakikat kekuasaan menurut pandangan Islam adalah karunia Allah yang dititipkan kepada manusia untuk dipelihara dan digunakan sebaik-baiknya sesuai dengan prinsip-prinsip dasar yang telah digariskan Allah dalam Al-Qur'an dan Sunnah Rasul yang harus dipertanggungjawabkan di hadapan Allah di hari kiamat.

5. Nilai-nilai Islam tentang Kekuasaan
Islam memberikan prinsip-prinsip dasar tentang kekuasaan yang menjadi pijakan atau paradigma dalam melihat dan melaksanakan keskuasaan sebagai amanat Allah. Prinsip dasar itu adalah :
1. Allah penguasa tertinggi dan manusia sebagai pemegang amanat, Allah adalah sumber kekuasaan yang memberikan amanat kepada manusia untuk memimpin dimuka bumi sebagai walil-Nya.
2. Kekuasaan manusia adalah amanat, kekuasaan yang diberikan kepada seseorang merupakan amanah yang harus dipegang, dipelihara dan dilaksanakan penuh dengan kejujuran. Sebab, setiap amanah akan menuntut pertanggungjawaban.
3. Kekuasan adalah sarana, tujuan utama dalam pemerintahan adalah kebaikan, sedangkan kekuasaan itu sendiri pada dasarnya merupakan sarana untuk menyebarkan kebaikan.

REFERENSI
• Yusuf, Ali Anwar,Drs,M.Si., 2002. Wawasan Islam, Pustaka Setia, Bandung.