0
PILIH LINK HALAMAN UTAMA **SEDANG DALAM TAHAP PERBAIKAN**

Asli dari Jari


Etika politik, Pemilu dan Demokrasi

A. Etika Politik
Secara umum, politik adalah berbagai macam kegiatan dalam suatu sistem politik (negara) yang menyangkut proses menentukan tujuan dari sistem tersebut dan melaksanakan tujuan-tujuan tersebut, maka dalam hal ini diperlukan pengambilan keputusan (decision making) mengenai apa yang menjadi tujuan dari suatu sistem politik tersebut.
Maka dengan demikian tidak berlebihan jika politik selalu menyangkut tujuan atau kepentingan dari masyarakat, dan bukan tujuan atau kepentingan dari individu, lagipula politik menyangkut dari kegiatan berbagai kelompok termasuk partai politik dan kegiatan orang per orang. Sedangkan fungsi politik adalah sebagai alat pemenuhan tugas dan tujuan stuktur politik. Maka dari itu, suatu struktur politik dikatakan berfungsi jika sebagian atau seluruh tugasnya terlaksana dan tujuannya tercapai.
Sedangkan etika politik, kita tidak bisa menterjemahkan dengan kata per kata, karena nantinya akan membuat pengertian yang samar, jika kita coba mempertejemahkan kata per kata maka artinya adalah tata cara politik. Sedangkan yang dimaksud dengan etika politik adalah mempertanyakan tanggung jawab dan kewajiban manusia dan bukan hanya sebagai warga negara terhadap negara. Jika memang demikian, pemaham mengenai rakyat hanya dianggap penting jika sedang pemilu dapat dikategorikan sebagai tindakan yang zalim, memang agak sedikit berlebihan, akan tetapi akibat yang ditimbulkan dan tindakan penyelewengan yang dilakukan memang sangat berlebihan.

B. Budaya Politik Indonesia
Berbagai macam budaya politik yang berkembang, akan tetapi sulit membuat keselarasan yang sanggup membuat suatu sistem politik berkerja secara optimal. Budaya politik dapat di klasifikasikan sebagai berikut:
1. Budaya politik parokial
2. Budaya politik kaula
3. Budaya politik partisipan
Budaya politik parokial, dapat diartikan sebagai budaya politik yang hanya terbatas pada wilayah atau lingkup yang kecil, sempit misalnya yang bersifat provinsial.Biasanya hal ini terjadi pada masyarakat yang masih bersifat tradisional, dimana para pelaku politik tersebut masuk kedalam bidang-bidang yang strategis dalam masyarakat tersebut, misalnya menjadi pelaku ekonomi atau tokoh agama. Dalam keadaan yang seperti ini, tidak ada peranan politik yang bersifat khas dan berdiri sendiri.
Budaya politik kaula, dalam hal ini anggota masyarakat mempunyai minat, perhatian dan mungkin mempunyai kesadaran, terhadap sistem sebagai suatu keseluruhan, terutama segi outputnya.Akan tetapi, perhatian mereka sebagai aktor politik tidak jelas, hal ini terjadi karena perhatian yang mereka berikan bukan perhatian sebagai manusia yang ingin membuat kehidupannya berubah dan menjadi lebih bermartabat, tapi lebih cocok dikatakan sebagai robot atau pion-pion elit politik yang ditempatkan digaris depan. Mengapa dikatakan demikian? Hal itu terjadi karena mereka hanya berorintasi pada peryataannya, baik berupa kebanggan, dukungan terhadap sistem dan mungkin sikap bermusuhan terhadap yang bersebrangan. Padahal mereka “hanya” berada di posisi pasif, yang hanya menerima keputusan yang dijatuhkan oleh pemimpin mereka dan menganggap sebagai individu yang tidak berdaya terhadap keputusan tersebut.
Budaya politik partisipan, ditandai oleh adanya perilaku yang berbeda, perilaku sebagai “kaula”. Sebagai orang yang menganggap dirinya dan orang lain sebagai individu aktif dalam kehidupan politik. Individu yang menyadari akan hak dan tanggung jawab, serta dapat mempergunakan hak dan kewajibannya.7 Hal ini terasa jauh lebih maju dan beradab dari kedua budaya politik yang sebelumnya, dalam budaya politik partisipan terkesan lebih bermoral karena terdapat keterbukaan dan tidak ada kesan membodohi apalagi merugikan orang lain dalam melangsungakan kegiatan politik. Dengan demikian hasil yang dicapai diharapkan dapat maksimal karena pada awalnya sudah dimulai dengan hal yang relatif baik yang lebih jujur dan adil.

C. Partai Politik, Pemilu dan Demokratisasi
Partai politik adalah suatu kelompok yang terorganisir, yang anggota-anggotanya mempunyai orientasi, nilai-nilai dan cita-cita yang sama. Dilihat dari definisinya, hal-hal yang sifat budaya politik kaula seharusnya tidak diperkenankan dalam kehidupan berpolitik. Melainkan partai politik harus memerankan fungsinya dengan baik dan benar. Dalam negara yang menjunjung demokrasi, partai politik membawa fungsi sebagai :
1. Partai sebagai sarana komunikasi politik
2. Partai sebagai sarana sosialisasi politik
3. Partai sebagai sarana rekruitmen politik
4. Partai sebagai sarana pengatur konflik
Sedemikian jelasnya mengenai partai politik, tapi apakah memang sudah benar-benar terlaksana mengenai teori-teori tersebut mungkin memang sudah terlaksana hanya saja selalu ada hal-hal yang membuat hasilnya tidak optimal, baik itu karena masalah internal atau eksternal.
Partai politik dan pemilu, dua hal yang mempunyai keterkaitan yang sangat erat. Dimana arah dan masa depan bangsa akan ditentukan. Tapi sejauh mana efektifitas pemilu bagi perubahan bangsa Indonesia. Pemilu merupakan pesta demokrasi bangsa,khususnya bangsa Indonesia pada tahun 2004 nanti.
Proses demokrasi di Indonesia telah mengalami banyak perubahan setelah tutup bukunya zaman orde baru, dimana pada masa itu banyak kebijakan pemerintah yang dilaksanakan melalui alat negara (TNI dan POLRI) yang seakan-akan bertabrakan dengan hak asasi manusia dan prinsip-prinsip demokrasi. Dulu segala sesuatu yang menganggap akan mengancam integrasi bangsa akan segera ditindak dengan atau tanpa peradilan. Memang sangat tepat apa yang dilakukan oleh pemerintah dengan melakukan hal tersebut, minimal untuk menjaga integrasi bangsa, tapi yang menjadi masalah adalah hal itu diterapkan dengan cara yang kasar dan seakan-akan bertabrakan dengan hak asasi manusia dan prinsip-prinsip demokrasi. Hal yang saya maksud adalah mengenai hak atas kebebasan untuk mengeluarkan pendapat, hak atas kebebasan berkumpul dan berserikat. Ketiga hal tersebut dianggap berpotensi akan mengancam intergrasi bangsa, akan tetapi sewaktu orde baru bubar dan dimulai dengan orde reformasi hak-hak tersebut dengan bebas di gunakan oleh para warga negara Indonesia, yang terjadi adalah kebebasan tanpa batas dan membuat disiintergasi bangsa, padahal yang diharaphan adalah kebebasan yang bertanggung jawab.
Lalu bagaimana pendidikan demokrasi dan kehidupan demokrasi dapat berjalan dengan baik dan benar di bumi Indonesia? Demokrasi baru akan berjalan dengan baik kalau ditopang oleh kondisi sosial-ekonomi yang kuat, terutama dari sudut besar-kecilnya pendapatan perkapita masyarkat, kemampuan baca tulis masyarakat, urbanisasi dan masyarakat yang terekspos di media massa.

Penutup
Etika politik, pemilu dan demokrasi yang berjalan secara baik dan benar serta terselenggara jujur dan adil untuk mewujudkan peradaban bangsa yang maju dengan memiliki martabat yang terhormat, merupakan cita-cita dari seluruh penghuni bumi Indonesia, jangankan berbicara mengenai kemajuan bangsa dan bermartabat, jika hal-hal yang mendasar kurang diperhatikan dan tersentuh. Pendidikan dan perekokomian bangsa sebagai yang dikatakan hal-hal mendasar tentu tidak mau menjadi “kambing hitam”, atas kemajuan bangsa ini. Sekarang bangsa Indonesia sangat minin memiliki itu semua, dari mulai pendidikan (secara umum) dan ekonomi, sekarang yang harus di perjuangkan adalah bagaimana cara merebut simpati dan kepercayaan bangsa Indonesia yang nantinya akan bersama-sama membangun bangsa dan negara Indonesia.
Yang selalu terjadi adalah masyarakat Indonesia selalu merasa dirugikan dan dikhianati para elit politik bangsa Indonesia, kondisi memandang penting masyarakat Indonesia pada saat menjelang pemilu merupakan asal dari rasa sakit hati bangsa ini, pada masa-masa itu para elit memberikan janji akan perubahan nasib bangsa, padahal semuanya nol besar, rakyat Indonesia hanya menikmati mimpi-mimpi palsu yang diberikan para elit dan setelah itu mereka hanya akan menjadi sapi perah negara. Padahal, secara teoritis kehidupan berpolitik memiliki Etika Politik yang mengungkapkan bahwa pertanggung jawaban terhadap sesama manusia, bukan hanya sekedar hubungan antara negara dengan warga negaranya! Maka bagaimana nantinya para elit mempertanggung jawabkan amanat yang diberikan bangsa nantinya dihadapan Allah SWT.
Upaya menciptakan masyarakat Indonesia yang demokratis dapat tercermin melalui pesta demokrasi yang dilangsungkan tiap lima tahun sekali. Pemilu memiliki asas Langsung, umum, bebas, rahasia, jujur dan adil. Dalam arti, langsung tanpa diwakilkan, umum bagi seluruh bangsa Indonesia yang telah mempunyai hak pilih, bebas tanpa tekanan, rahasia tanpa siapa pun yang mengetahui, serta tambahan setelah orde ferormasi jujur dan adil. Pelaksanaan pemilu bagi masyarakat Indonesia sepertinya bukan sesuatu yang luar biasa, karena rata-rata (dulu) hanya memilih berdasarkan tradisi tanpa melihat visi dan misi dari partai tersebut. Misalkan di daerah Pesantren banyak mayoritas memilih PPP, para pegawai negeri sipil ramai-ramai mendukung Golkar. Hal ini yang membuat kesan bangsa Indonesia jalan ditempat dan tidak memberikan perubahan yang berarti, jika diperhatikan dengan baik kondisi tersebut merupakan kombinasi dari budaya politik parokial dan budaya politik kaula yang sifatnya seperti akan membodohi bangsa. Pelaksaan demokrasi hanya terkesan hanya melaksanakan dan tanpa harus memertanggung jawabkan hasil dari demokratisasi tesebut.
Mungkin ada baiknya jika pemilu, yang konon menurut ceritanya sebagai pesta demokrasi bangsa bukan dijadikan ajang lomba pemungutan suara dan show of power dari kelompok-kelompok yang mempunyai kekuatan (dalam hal ini kekuatan pendukung massa yang bersifat kuantitas) tapi lebih ditekankan pada awal dari proses penentuan tujuan bangsa yang menitik beratkan pada masyarakat Indonesia sebagai pembuat keputusan (decision making). Maka dengan demikian diharapkan akan terjadi keselarasan antara Etika politik, pemilu dan proses demokrasi yang berlangsung di Indonesia, sehingga antara yang satu dan yang lainnya mempunyai keterkaitan dan bisa dipertanggung jawabkan sebagai usaha mewujudkan bangsa Indonesia yang maju dan bermartabat.

REFERNSI
• Budiarjo, Miriam,Prof., 2000, Dasar-Dasar Ilmu Politik, Gramedia Pustaka Utama, Jakarta.
• Frans Magnis-Suseno, 2003, Etika Politik, Prinsip-prinsip Moral Dasar Kenegaraan Modern, Gramedia Pustaka Utama, Jakarta.
• Kantaprawira, Rusadi, 1985, Sistem Politik Indonesia, Suatu Model Pengantar, Sinar Baru, Bandung.
• Permana, Setia, 2003, Politik Indonesia, Konspirasi Elit dan Perlawanan Rakyat, Ceplas, Bandung.